Kaget
aku mendengar curhatan kawan mahasiswaku tentang temanya yang menjadi korban
penculikan aparat. Itu kata temanya yang diculik benar tidaknya aku tak tahu. Ketika
kutanya kenapa dia diculik? Dia ikut aksi pada 14 Februari 2017, tentang aksi kepada gubernur DKI jakarta yang di aktifkan lagi
setelah kampanye. Yang sangat disayangkan sesuai berita yang dilansir detik.com.
polisi tidak mengaantongi surat pemberitahuan aksi tersebut. Namun bagi saya tetap
saja di negara yang demokrasi ini setiap orang boleh mengeluarkan pendapatnya. Untuk
mengkritisi pemerintah yang inkonstitusional. Tapi selayaknya kita juga melihat
apakah tidakan kita sebagai mahasiswa sudah konstitusional apa belum.
Selain
itu aksi tersebut dilaksanakan sehari sebelum pemungutan suara pilkada 2017. Entah
memliki unsur politik atau tidak. Bagi kita yang awam menilai itu sangat
berkaitan dengan unsur tersebut. Dan hal yang sangat aku sayangkan ini diakukan
oleh mahasiswa. Aku adalah mahasiswa, ketika mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan
sungguh begitu disajikan bahwa mahasiswa adalah aktor inelektual yang mambawa
bangsa ini kearah kemerdekaan.
Berbanding
terbalik dengan potret mahasiswa saat ini. Selain hal diatas kemarin mahasiswa
juga mendemo kediaman mantan presiden ke 6 Indonesia, bapak Susilo Bambang
Yudhoyono. Hal itu juga sangat begitu disayangkan. Kediaman seseorang menjadi
tempat aksi. Dan juga ketika saya menyaksikan vidio aksi mahasiswa, menampilkan
adegan pemotongan kepala ayam sampai putus dan darahnya disiramkan ke foto
presiden dan wakilnya, mencoreng aksi 411 dengan kericuhan Dan aksi mahasiswa lainya yang penuh
amarah yang tidak terkendali sampai merusak fasilitas dan menggagu kepentingan
umum.
Apakah
ini yang disebut dengan independensi? Independensi yang juga digaungkan
kepadaku saat aku mengikuti pelatihan organisasi kemahasiswaan? Yang kataya
mahasiswa memliki kebebasan befikir dan bertindak. Tidak boleh dipengaruhi oleh
pihak manapun. Dari polisi, tentara, parpol, pemerintah dan lain sebagainya. Tapi
mungkin kita lupa menebutkan setan didalam dirikita termasuk didalamnya.
Independensi adalah bentuk terlepas dari
ikatan, pengaruh dan terbebas dari belenggu. Sehingga mahasiswa mampu meluapkan
pemikiranya. Namun, apakah saat ini mahasiswa tetap independen? Ataukah memang
mahasiswa bukanlah makhluk yang independen. Ketika setiap bentuk ekspresi
pemikiranya cenderung untuk kepentingan politik praktis atau malah kepentingan
emosi dan amarahnya belaka. Apakah mahasiswa masih membela rakyat tertindas seperti
yang diakukan Soekarno, Moh. Hatta, Moh Yamin, Tan Malaka, dan pahlawan lain
dimasa itu.
Beda
jaman beda juga manusianya. Mahasiswa jaman soekarno adalah mahasiswa pilihan. Berasal
dari kalangan atas pada masa itu sehingga bisa menempuh pendidikan. Namun tidak
ikut menindas rakyatnya sendiri, justru membelanya meski nyawa dan harta
taruhanya. Apakah kita seperti itu? Sudahkah kita sadar sebagai mahasiswa siapa
yang kita bela? Untuk apa kita kita melakukan aksi? Siapa yang diuntungkan dari
perbuatan yang kita lakukan itu? Atau hanya dengan uang sekian rupiah kita jual
gelar mahasiswa kita.
Sudahkah
kita mengkaji setiap permasalahan dengan akal sehat, adab dan budi luhur bukan
dengan amarah, hal yang wajar jika remaja masih memiliki emosi yang tidak
stabil namun harus dapat kita bedakan remaja biasa dengan mahasiswa. Ketika kita
memakai jaket almamater itu adalah bentuk intelektualitas kita. Sebagai manusia
yang berpendidikan.
Sehingga
mahasiswa yang melakukan aksinya demi kepentingan politik praktis,
inkonstitusional, merusak dan yang negatif lainya adalah mahasiswa yang hilang
independensinya. Karena terjajah oleh emosi, oleh hasutan sehingga hati nurani
sebagai pemangku adab dan budi luhur terkikis peranya dalam bertindak. Akhirnya
yang bertindak adalah setan. Setan yang suka merusak, menghina dan mencaci. Bukan
mahasiswa, yang berpendidikan, yang selaras akan fikiran, hati dan tindakan.
Hal
ini terjadi karena kurangnya mahasiswa yang suka membaca buku. Menurut Most Littered Nation In the World indonesia peringkat 60 dari 61 negara. Minat baca
orang Indonesia hanya 0,001. Yang artinya hanya 1 dari 1000 orang yang membaca
1 buku setiap tahunya. Hal ini sungguh sangat berpengaruh terhadap mahasiswa. Terutama
dalam perbuatanya. Minim literasi membuat mahasiswa lemah dalam mengalisis
keadaan sosial dan mudah terpengaruh emosi.
Berbeda
kisah soekarno yang menghabiskan banyak buku. Bila ilmu adalah air Soekarno
telah menjadi danau yang luas dan dalam tak akan asin bila diberi sekarung
garam sekalipun. Sehingga dalam meraih kemerdekaan beliau tak terbawa amarah
dan tak ada pertumpahan darah.
Mari
kita mulai dari diri sendiri. Menjadi mahasiswa yang merawat Independensinya. Dengan
senantiasa belajar dan membaca. Sehingga dalam setiap aksi kita tahu untuk apa dan untuk siapa aksi itu
kita lakukan. Dan pada saatnya nanti kita siap terjun kemasyarakat, menjadi
bagian masyarakat dan meneruskan amanat menjadi agent perubahan untuk indonesia
yang sejahtera, aman, adil dan makmur. Salam Mahasiswa!!!!!!
hidup mahasiswa
BalasHapushahahaha
Hapus