Dari sang proklamator sampai sang koruptor pernah merasakan dinginnya
tembok penjara ini. Yang berbeda jika sang proklamator berjuang untuk bangsa,
Koruptor membuatnya jadi kotor.
Penjara yang berdiri sejak masa penjajahan ini menjadi saksi bagaimana Soekarno menghabiskan waktu menjadi tahanan politik oleh belanda. Dahulu tempat ini bernama Straft Gevangenis Voor Intelectuelen yang berarti Penjara untuk Kaum Intelektual. Dan kini lebih di kenal dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Sukamiskin. Pada 2012 nama penjara ini menjadi buah bibir karena ditetapkan menjadi Lapas khusus kasus korupsi, Bukan kelas teri yang akan menginap disini tapi kelas kakap dengan nilai korupsinya tinggi. Di pastikan para koruptor "Menderita" dengan fasilitas yang sangat minim dan dinginnya udara kota kembang saat malam di tambah lembabnya tembok bangunan tua ini.
Tapi nyatanya hal tersebut tidak berpengaruh merubah mental bejat para koruptor ini, jika sang proklamtor menyelundupkan tulisan untuk membakar semangat rakyatnya tapi tidak dengan koruptor, mereka menyelundupkan uang untuk menyogok sipir agar bebas membakar nafsu dengan istri muda bahkan ada yang berkeliaran keluar masuk apartemen mewah.
Sudah seharusnya semua pihak bertanggung jawab bukan sekedar beropini dan lempar bola panas termasuk Menteri Hukum dan Ham dengan Direktorat Jendral Pemasyarakatannya. Pembenahan tata kelola sumber daya manusia mutlak dilakukan agar tidak ada lagi para tahanan yang bebas keluar masuk terlebih tersangka korupsi. Sehingga tujuan menjadikan LP sukamiskin membuat pelaku korupsi menderita dan jera dapat terwujud, bukan hanya sekedar untuk pindah kamar tidur yang sewaktu-waktu dapat bebas berkeliaran.
Ironis memang, Dan sepertinya perkataan Soekarno ada benarnya bahwa perjuangan hari ini lebih berat karena melawan bangsa sendiri. Tapi biar bagaimanapun inilah Negeriku, Negerimu negeri kita semua, yang harus tetap kita jaga dengan kemampuan dan keterampilan yang kita miliki, sehingga ruang gerak para pencoleng negeri ini bisa kita batasi.
Oleh
Jupri Nugroho
Tangerang Public Transparency Watch
0 komentar:
Posting Komentar